SEJARAH KYOUKUSHIN DI INDONESIA
SEJARAH KARATE KYOUKHUSIN DI
INDONESIA
1. Awal Mula keinginan Shihan Nardi T. Nirwanto S.A.
Kisah ini dimulai di sebuah kota kecil di kecamatan Batu, Malang, Jawa Timur.
Seorang pemuda dengan semangat yang gigih, tumbuh besar di sana. Beliau
adalah Shihan Nardi T. Nirwanto S.A. Beliau semenjak kecil memang sangat
gemar berolah-raga, mulai dari renang, sepak bola, bulu tangkis, dan khususnya
body building. Hal ini tak lepas dari ayahnya yang juga mempunyai hobi serupa.
Ketika menginjak masa SMA di tahun 1957, Beliau mulai tertarik akan dunia seni
beladiri. Saat itu beliau membaca salah satu majalah yang mengisahkan tentang
kisah luar biasa dari Grand Karate Master Masutatsu Oyama yang sudah
membuka dojo dan memiliki beberapa ratus anggota. Hal ini menarik hatinya
karena Kyokushin mampu mengangkat nama karate untuk bangkit kembali, terutama
di dunia Barat yang merupakan titik strategis untuk mengubah sesuatu menjadi
mendunia.
Setelah perang dunia II, kepopuleran karate mulai digeser oleh Judo dan karate
sendiri menjadi seakan-akan dikebiri oleh peraturan yang memperlunak karate
sehingga menjadi sebatas olahraga dan tarian belaka. Namun, Masutatsu Oyama
berhasil mengangkat kembali citra itu ke permukaan.
. Korespondensi dengan Masutatsu Oyama
Hubungan baik antara Shihan Nardi dengan Masutatsu Oyama ini berkat pertolongan
Bapak Mas Agung yang baik hati, beliau adalah pemilik dari Toko Buku
Gunung Agung yang saat itu menjadi toko buku terbaik yang terletak di wilayah
Kwitang, jakarta Pusat. Bapak Mas Agung sering ke Jepang dalam rangka bisnis
dan mencarikan alamat Masutatsu Oyama dan membantu hubungan korespondensi
antara Shihan Nardi dengan Masutatsu Oyama. Bapak Mas Agung juga memberikan
banyak sekali buku-buku mengenai Karate. Shihan Nardi muda pun sangat senang
dan semakin bersemangat dalam mempelajari Karate.
3. Memperoleh Dan I
Mondar mandir Jakarta Surabaya tersebut dilakukan Shihan Nardi semenjak tahun
1959, dan kegiatan itu mempertemukannya dengan Yoshida Sensei dan
segera menjadi teman sekaligus memberinya banyak petunjuk dalam dan landasan
kuat dalam berlatih Karate. Setelah 3 tahun berlatih karate beserta falsafah
hidupnya, maka pada awal tahun 1967 Shihan Nardi diberi gelar Dan I dengan
penilaian dan kelayakan dari Yoshida Sensei.
Walaupun banyak olahraga dipraktekkan, tapi beliau jatuh hati pada karate ini.
Salah satu sebabnya adalah falsafah hidup yang dengan kuat melandasi karate,
yaitu Bushido atau Jalan Samurai. Falsafah ini pula yang membuat
bangsa Jepang cepat kembali berdiri setelah kehancuran pada Perang Dunia II.
Intisari Bushido sangat sesuai dengan jiwa muda dan idealisme Nardi, yaitu Mentalitas,
Semangat, pengabdian, Loyalitas yang tidak membabi buta, Percaya diri sebagai
modal untuk maju, Perkasa tapi rendah hati, Kehormatan Pribadi.
4. Masa-masa sulit Indonesia menerpa
Shihan Nardi lahir pada 1939. Saat itu beliau merasakan penjajahan Jepang yang
begitu kejamnya, ditambah masa penjajahan oleh Belanda yang membuat kondisi
Indonesia menjadi sangat kacau. Saat itu seluruh penduduk Karang Ploso terkena
politik Bumi Hangus, yaitu membakar habis semua fasilitas-fasilitas agar tidak
bisa dimanfaatkan oleh pihak musuh. Maka di tahun 1947, Shihan Nardi beserta
seluruh penduduk keturunan pindah ke Batu, Malang.
5. Kelahiran Perguruan
Pada Tanggal 7 Mei 1967, Shihan Nardi menetapkan tanggal tersebut sebagai
tanggal berdirinya perguruan. Dengan satu murid yang pertama dimilikinya,
yaitu Hendro Wibowo, yang dengan sikap dan ketekunannya yang luar biasa,
bersedia dan mampu menerima latihan yang begitu beratnya. Hal ini membangkitkan
semangat Shihan Nardi bahwa masih ada remaja yang dengan semenuh hati bersedia
mengikuti instruksinya dalam berlatih dasar-dasar karate. Hal ini membuat
Shihan Nardi semakin percaya diri dan mempersiapkan diri lahir batin untuk
menyebar luaskan Karate ini.
Pada tanggal tersebut, bergabung dua orang lagi yaitu Dwianto Setyawan dan St.
Suprijadi, adik kandungnya sendiri. Pada hari inilah dimulai latihan terjadwal
yang pertama, dan dua bulan kemudian, barulah Shihan Nardi membuka kelas
latihan unuk umum. Diluar dugaan, hingga akhir tahun anggota perguruan sudah
mencapai 150 orang. Saat itu latihan terdiri dari tiga gelombang, yaitu senin
s/d kamis, selasa s/d jum’at, dan rabu s/d sabtu. Semuanya dimulai pukul 16:00
sampai 19:00. Para anggota perguruan sangat antusian dan bersungguh-sungguh
dalam Latihan. Perguruan ini kemudian diberi nama “PEMBINAAN MENTAL KARATE
– GO NO SEN”.
6. Halangan Bertubi-tubi Dalam Perjalanan ke Honbu, Tokyo
Pada tahun 1970, penyebaran perguruan sudah mencapai Malang. Dan semakin
berkembang. Hal ini membuat Shihan Nardi semakin ingin untuk bisa lebih
memperdalam kyokushin pada Special Black Belt Course For Instructors di
Kyokushinkai-Kan International Karate Organization Tokyo sesuai dengan harapan
dan saran Masutatsu Oyama, tapi terhalang oleh pembiayaan yang besar.
Namun, ketika Hendro Wibowo, murid pertamanya akan melanjutkan perjalanan ke
Jerman Barat, Hendro memberikan bantuan tabungan dari kantongnya sendiri untuk
Shihan Nardi, ayah dan pamannya juga ikut membantu. Tapi uang itu tidak
cukup untuk mencapai jepang, namun Shihan Nardi memberanikan dirinya untuk
berangkat bersama Hendro Wibowo ke Singapura untuk menemui perwakilan Tokyo
Honbu di Asia Tenggara, yaitu Peter Chong dengan janji bahwa ketika
Hendro Wibowo akan ke Jerman Barat, akan terkumpul dana cukup untuk Shihan
Nardi berangkat ke Jepang.
Namun ketika kiriman uang dari Indonesia sudah sampai, Shihan Nardi menyadari
uang itu hanya cukup untuk tiket sekali jalan. Hal ini ternyata membuahkan
masalah administrasi karena saat itu di Jepang, peraturan sudah sedemiian
ketat. Jepang tidak mau menanggung beban bagi para pelajar, dimana ada
kemungkinan harus dikembalikan ke Tanah Air dan tidak ada dana untuk
kepulangannya. Sekali lagi, Shihan nardi menemui halangan.
Peter Chong pun seakan tidak perduli dan tidak ingin membantu kesulitan Shihan
Nardi. Peter Chong malah menawarkan posisi asisten dan akan memberikan share
untuk Shihan Nardi. Tapi Shihan nardi menolak secara halus. Belakangan Shihan
Nardi tahu dari asesten yang bersimpatik terhadapnya bahwa alasan Peter Chong
tidak ingin membantu adalah jika Shihan Nardi berhasil mengembangkan kyokushin
di Indonesia, maka akan menggeser posisinya.
7. Jalan Keluar melalui Mr. Wong
Setelah dua bulan menunggu dalam ketidak pastian, Shihan Nardi merasa tidak
karuan, putus asa, dan mulai khawatir akan rencananya. Pilihannya adalah
kembali ke tanah air dengan tangan hampa dan mengecewakan seluruh warganya, atau
terus berusaha. Shihan Nardi pun memilih pilihan kedua.
Dengan segala keputusasaan, Shihan Nardi mencoba usaha lainnya. Sebelum Kantor
Kedutaan Jepang dibuka, Shihan Nardi sudah menunggu di pintu masuk.Saat kantor
tersebut dibuka, beliau berusaha untuk bertemu dengan Mr. Wong (Mr. Oey),
yaitu seorang berkewarganegaraan Singapura yang bertugas di Kedutaan Besar
Jepang di Singapura. Hasilnya, Shihan Nardi selalu ditolak, tapi dia tidak
menyerah.
Namun, suatu hari keajaiban terjadi. Di hari ke sekian Shihan Nardi Mencoba,
seorang pegawai imigrasi langsung memanggil dia dan mempertemukannya langsung
dengan Mr. Wong. Tanya jawab pun terjadi dan setelah Mr. Wong puas bertanya,
beliau memberi laporan ke bagian Duta Besar Jepang di Singapura. Tak lama
kemudian beliau masuk dengan muka berseri-seri dan menjelaskan bahwa Shihan
Nardi diberi ijin tinggal dengan segala kekurangannya selama 6 bulan di Jepang,
dan diperpanjang apabila diperlukan. Tak henti-hentinya Shihan Nardi
bersyukur atas keajaiban di hari itu.
8.Intensitas Latihan di Honbu Dojo
Shihan Nardi datang ke Tokyo memang tidak sebagai murid biasa, oleh karena itu
ketika rekan-rekan lain berlatih rata-rata dua kali seminggu, beliau harus
berlatih sepanjang minggu, sehari tiga kali, yaitu jam 10:00 – 12:30, jam 15:00
– 17:30 dan jam 19:00 – 21:30 dengan jiyu kumite (perkelahian bebas, satu lawan
satu) yang jumlahnya tidak kurang dari 6-8 kali dalam seminggu. Belum lagi
setiap hari selalu ada kumite bergantian, bergeser-geser bergantian sehingga
setiap orang bertemu dengan yang lainnya.
Latihan yang ekstra keras ini membuat berat badan Shihan Nardi turun drastis
dari 93 Kg menjadi 72 Kg dalam 3 bulan sehingga semua celananya perlu dilipat
pinggangnya. Hal ini karena jumlah latihan yang berat dan jika ditotal, ada 90
kali latihan dalam sebulan. Perbandingannya satu banding 10 dengan murid lain.
Belum lagi jiyu kumite yang meninggalkan bekas luka terutama di bagian sune
(tulang kering) yang harus dipakai kumite lagi terus menerus.
9. Home Sick
Shihan Nardi melihat sendiri banyak sekali karateka yang tiba-tiba menghilang
karena tidak tahan dengan kerasnya latihan yang diberikan. Banyak dari mereka
pergi tanpa pamit karena malu.
Shihan Nardi selalu bersungguh-sungguh dalam latihan dan kumite, dan hasil
latihan yang keras itu tampak pada Shihan Nardi. Beliau belum pernah jatuh atau
mengatakan maitta (menyerah) kepada karateka lain, bahkan hingga ujian
menjelang kepulangannya ke Indonesia. Beliau juga dikenal sebagai orang yang
ramah di luar jam latihan. Banyak yang mengajaknya untuk bersantai tapi
terpaksa ditolaknya karena kondisi badan yang capek dan harus menyiapkan untuk
sesi latihan berikutnya.
Hal-hal yang menguatkan Shihan Nardi untuk terus maju adalah orang-orang di
Indonesia, bagaimana Shihan tidak mau mengecewakan mereka semua. Beliau
sering sekali dilanda home sick dan susah tidur karenanya.
10. Diraihnya Special Black Belt Course For Instructors
Atas dasar ketekunan, semangat, tahan uji dan kesungguhan Nardi berlatih di
Honbu, maka secara pribadi dan organisasi, Masutatsu Oyama memberikan Piagam
Penghargaan Khusus sesaat sebelum kembali ke Indonesia. Hal ini sekaligus
memantapkan tingkatan Shihan Nardi yang didapat dari Yoshida Sensei menjadi Dan
I dari Tokyo sebagai hasil mengikuti Special Black Belt Course For Instructors.
Pada akhir tahun 1970 Shihan Nardi kembali ke Indonesia dan disambut meriah
oleh banyak sekali warganya di Bandara Juanda Surabaya.
Post a Comment